OPINI, Jejaringnews – Indonesia adalah sebuah negara kepulauan, yang berdiri atas dasar persatuan dan kesatuan, memiliki banyak perbedaan baik ras, suku dan agama. Indonesia adalah sebuah bangsa yang merdeka. Sejarah nusantara mencatat bahwa dalam setiap nadi para revolusioner mengalir darah perjuangan untuk menghadapi dan berperang melawan penjajah sangat luar biasa.
Jenderal-jenderal yang gagah berani berguguran, tidak hanya itu saja, rakyat biasa pun ikut andil dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. tidak takut akan kebengisan para penjajah, karena bagi mereka perjuangan membela NKRI adalah harga mati.
Namun, melihat kondisi saat ini, cita-cita para leluhur sedikitnya telah memudar, masuknya paham-paham barat tersebut yang mulai mempengaruhi tatanan budaya kehidupan sehari-hari. Terlebih bagi para pemeluk agama Islam.
Islam dalam ajarannya adalah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Artinya meniadakan tuhan-tuhan melainkan Tuhan yaitu Allah. Meyakini ada tuhan lain saja tidak boleh (kafir) apalagi meyakini tidak adanya tuhan dalam kehidupan (atheis). Secara individu, seseorang bertanggungjawab atas dirinya, memiliki keyakinan bahwa adanya Tuhan adalah mutlak.
Melakukan ibadah adalah caranya berikhtiar terhadap segala ketentuan dari Tuhannya. Sebagai seorang khalifah (wali pengganti) Tuhan, maka ia harus menjaga hubungannya dengan Tuhan (hablum minallah), berusaha menjadi pribadi yang baik sebagai hamba di dunia, dan segala sikap dan perbuatan atasnya itu ganjaran. Karenanya, tugas sebagai individu adalah menjadikan diri berguna sebagai anggota masyarakat.
Sebagai seorang individu adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain, memiliki hubungan dan memberikan pengaruh yang baik terhadap sesama manusia (hablum minannas). Selain itu juga seorang manusia harus memiliki hubungan dan memberikan pengaruh yang baik terhadap lingkungan sesama makhluk ciptaan (hablum minal’alam).
Sebagai warga negara, sudah tentu semua masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dari negara dan memiliki kewajiban untuk memberikan sesuatu yang terbaik bagi negaranya.
John Fenneral Kennedy (1961) mengatakan don’t ask what your country can do for you, but ask what you can do for your country (jangan tanya apa yang bisa negara berikan untukmu, tapi tanyakanlah pada dirimu apa yang dapat kau lakukan untuk negaramu).
Selanjutnya, sebagai atensi untuk negaranya,seorang warga negara dapat menyumbangkan ide-ide atau gagasan guna menjadi solusi bagi permasalahan negara yang terjadi, atau mengambil peran dengan bergabung bersama perkumpulan atau kelompok yang memiliki tujuan tertentu yang disebut organisasi. Organisasi yang dipilih atau dibentuk harus menjadi wadah transfer ilmu atau eksistensi diri menjadi lebih baik lagi.
Seperti halnya organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). HMI yang memiliki landasan yang jelas, target dan tujuan HMI adalah untuk mencetak dan meregenerasi kadernya menjadi kader intelektual, memiliki leadership skills yang berlandaskan pada ketuhanan dengan Alqur’an dan Alhadits sebagai pedoman.
Dengan segala kontroversi yang pernah terjadi karena dianggap tidak berazaskan tunggal yaitu Pancasila, maka azas Islam sebelumnya juga pernah membuat perpecahan pada tubuh organisasi ini sendiri, terpecahnya HMI menjadi HMI DIPO (HMI bersekretariat di Jalan Diponegoro) yang mengganti azas landasan tersebut menjadi pancasila dan HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi) tetap dengan azas islam.
Meskipun HMI DIPO mengubah azasnya, namun tidak pernah mengubah substansi dari arah perjuangannya. Azas Islam itu sendiri yang sampai saat ini masih digunakan sebagai pedoman itu dituangkan dalam kertas kerja bernama Nilai Dasar Perjuangan (NDP) karya intelektual dari Nurcholis Madjid (Cak Nur). NDP mengatur dan memberikan pedoman bagaimana memahami konsep ketuhanan dalam HMI.
Dengan NDP pula, kader-kader diberikan arah untuk berpikir secara intelektual, objektif, kreatif, inovatif dan juga kritis karena ia adalah kader akademik. Bersikap dan bertindak sesuai dengan norma dan syariat yang berlaku karena ia adalah seorang muslim yang bernafaskan islam. Bertanggungjawab atas dirinya, orang lain dan juga organisasinya karena ia adalah insan yang bertanggung jawab, semuanya atas landasan menjadi Insan kamil yang diridhoi Allah SWT.
Dinamika Internal
Himpunan Mahasiswa Islam telah tumbuh dan berkembang layaknya seorang anak dari pangkuan ibu pertiwi, Rezim demi rezim telah dilalui hingga tak terhitung lagi sumbangsihnya kepada negeri, selain daripada yang telah dijelaskan pada muqaddimah tulisan ini secara garis besar HMI telah “berubah” bak organisasi yang sangat elegan, kaum elitis dan dikelilingi “Privilege” tak jarang mendekat dengan kader-kader hijau hitam, bukan sekadar dekat melainkan “sharing” dan bertukar pikiran terkait konsepsi kenegaraan, kemahasiswaan dan keislaman untuk memberikan gagasan yang pantas untuk memajukan Negara Indonesia tercinta ini.
Namun kita ketahui bahwa organisasi ini adalah tempat belajar dan berkiprah yang sangat jelas, pembentukan karakter serta ritme komunikasi dikedepankan, bukan tidak mungkin pertentangan ideologi bahkan kepentingan acapkali menjadi objek sengketa organisasi, gagasan demi gagasan yang berlandaskan Konstitusi menjadi hal yang tiap saat diperdebatkan dikalangan struktural Himpunan Mahasiswa Islam, sudah betul bahwa organisasi ini telah menua.
Berangkat dari hal itu, bahwa kader hmi tak pernah larut dalam pertentangan tersebut karena bahi kader HMI ini adalah proses yang sangat penting sebagai wadah pembentukan mental dan karakter, seperti yang sering dikatakan oleh para penggiat perkaderan “jika proses adalah luka, maka bertahan adalah cinta”. Mungkin itu kenapa kader HMI selalu eksis disetiap kontestasi.
HMI adalah Senjata
Senjata bukan sekadar senjata yang kita maksud sebagai pembunuh atau alat menyakiti ke orang lain, namun “senjata” ini dimaksudkan sebagai kritikan besar bagi pemerintah jika kebijakan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan kemaslahatan masyarakat, sebagaimana dalam Kualitas insan cita HMI yang ke lima yaitu Insan yang bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang di ridhoi Allah SWT.
Senada dengan hal tersebut bahwa John Stuart Mill (1987) menyatakan bahwa “kejahatan dapat terjadi kepada orang lain tidak hanya karena tindakan kita, namun juga karena sikap diam kita, manusia harus bertanggung jawab atas 2 jenis sikap tersebut”.
Kader HMI kurang lebih, memiliki pengetahuan yang menjelaskan dan mengkritik sistem dan kebijakan yang tidak pro terhadap rakyat, Kritik penjelasan terhadap sistem dan kebijakan tidaklah cukup. Yang kurang kita miliki adalah pengetahuan tentang hambatan-hambatan terhadap perubahan sistem agar dapat sejalan dengan cita-cita bangsa sejak sedia kala. Di antara hal-hal lainnya, kita perlu mengetahui apa yang menghentikan setiap nadi perjuangan kader Himpunan Mahasiswa Islam.
Setidaknya dalam perjalanan proses HMI, setiap kader dibekali dengan peluru intelektual, serta senjata kritik demi kemaslahatan Bangsa dan Negara, tidak diam pada ruang-ruang tertentu karena kewajiban andil sebagai perjuangan kader telah mendarah daging sejak keterlibatan mereka sebagai Kader HMI. Pada dasarnya insan cita HMI merupakan “man of future” insan pelopor yaitu insan yang berfikiran luas dan berpandangan jauh, bersifat terbuka, terampil atau ahli dalam bidangnya, dia sadar apa yang menjadi cita-citanya dan tahu bagaimana mencari ilmu perjuangan untuk secara operatif bekerja sesuai yang dicita-citakan.
Ideal type dari hasil perkaderan HMI adalah “man of inovator” (duta-duta pembaharu). Penyuara “idea of progress” insan yang berkepribadian imbang dan padu, kritis, dinamis, adil dan jujur tidak takabur dan bertaqwa kepada Allah SWT. Mereka itu manusia-manusia yang beriman berilmu dan mampu beramal soleh dalam kualitas yang maksimal (insan kamil) yang terbagi dalam Kualitas Insan Akademis; Kualitas Insan Pencipta; Kualitas Insan Pengabdi; Kualitas Insan yang bernafaskan Islam; dan Kualitas insan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.
Peringatan Milad HMI dalam 100 Hari Kepemimpinan Presiden
Presiden RI Prabowo dengan kabinet merah putih telah genap berusia 100 hari pasca pelantikan, berbagai kebijakan yang ditengarai menimbulkan kritikan terhadap kalangan muda, aktivis dan LSM, tidak ketinggalan HMI pun semestinya dalam menjalankan “senjata” kritikan mesti memberikan teguran terhadap kebijakan yang dianggap perlu dikaji kembali.
Kita sebut saja kabinet merah putih yang sangat gemuk terkesan buang-buang anggaran serta membengkak ketimbang periode sebelumnya dengan estimasi biaya untuk kabinet Jokowi sebesar Rp 387,6 miliar per tahun sedangkan Prabowo mencapai Rp389,4 miliar per tahun, belum lagi beberapa menteri yang terlihat “Arogan”, Menteri yang dikritisi oleh staf dan bawahannya, serta kritikan Utsuspresiden yang baru-baru ini beber di media sosial, boleh dikata bahwa seluruh fasilitas negara yang diberikan berasal dari Pajak yang dipungut dari masyarakat itu sendiri, bicara pajak? PPN 12% pun belum jelas arahnya ke mana.
Selanjutnya, apa kabar terkait Revisi UU Minerba terkait konsesi tambang kepada Kampus, bisa jadi hal ini “barter” dengan tunjangan tenaga pendidik yang dikurangi atau pelaksanaan Program Makan gizi Gratis yang terkesan dipaksakan hingga membutuhkan anggaran besar? Jangan sampai dana pendidikan dikurangi pada APBN kita, Gen Z membutuhkan pendidikan yang layak di tengah gencarnya provokasi media sosial yang mempengaruhi minat baca dan kritisnya mahasiswa di kemudian hari.
Kemudian lahan hutan seluas 20.000.000 Ha akan dialokasikan untuk kawasan swasembada pangan dan energi yang artinya ketidakpercayaan diri pemerintah terhadap peningkatan ESDM petani serta pengelolaan pangan pada Tahun-tahun sebelumnya dipertanyakan.
Saya mencoba membawa teman-teman pembaca untuk menilik Sulawesi Selatan sebagai Provinsi Penyanggah IKN dengan carut-marutnya peralihan kekuasaan serta problematika sosial akan kita perbincangkan pada waktu-waktu berikutnya, kita tunggu saja ada kejutan apa yang HMI berikan di Tahun 78 tahun ini.
Terakhir saya menyampaikan bahwa “senjata” bukan sebagai ancaman bagi Negara, melainkan sebagai perwujudan kasih sayang Himpunan Mahasiswa Islam dalam mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT, berikut pula sebagai bentuk ekspresi keberadaan HMI sebagai kaum Intelektual bukti perjalanan panjang organisasi, dinamika dan sumbangsih kepada Negara dalam merawat kedaulatan bangsa, Yakin Usaha Sampai.